Strategi Kebijakan Pertanian
Strategi Kebijakan Pertanian - Dalam rangka memperlancar pelaksanaan pembangunan pertanian, sinkronisasi antar subsektor dan lintas sektor, serta koordinasi antara pusat dan daerah, dikembangkan manajemen yang terpadu yang mencakup aspek perencanaan, implementasi, pengendalian, pemantauan, evaluasi, pelaporan dan pengawasan yang sesuai dengan prinsip good governance.
Persoalan pertanian juga tidak hanya berkait dengan konsumsi dan produksi, tetapi juga soal daya dukung sektor pertanian yang komprehensif. Ada aspek yang menjadi prasyarat melaksanakan pembangunan pertanian, yaitu:
Akses Terhadap Kepemilikan Tanah
Pemerintah harus memahami bahwa program land reform merupakan bagian dari strategi besar (grand strategy) pembangunan ekonomi.
Program ini sebenarnya bertujuan merombak sistem ekonomi, dari yang sistem yang mengandalkan perusahaan-perusahaan pertanian, menjadi sistem yang menempatkan petani yang mandiri.
Landreform berarti perombakan terhadap struktur pertanahan, akan tetapi sebenarnya yang dimaksudkan bukan hanya perombakan terhadap struktur penguasaan pertanahan, melainkan perombakan terhadap hubungan manusia dengan manusia berkenaan dengan tanah.
Istilah Land itu sendiri mempunyai arti yang berbagai macam, sedangkan istilah reform berarti mengubah kearah yang lebih baik, jadi landreform berkaitan dengan perubahan struktur secara institusional yang mengatur hubungan manusia dengan tanah.
Land reform sendiri mencakup redistribusi tanah kepada petani kecil dan buruh tani, penataan produksi melalui pembangunan infrastruktur pertanian, fasilitas permodalan dan teknologi tepat guna, penguatan kelembagaan/organisasi petani dalam bentuk koperasi atau asosiasi petani, dan proteksi terhadap produk-produk pertanian.
Tujuan land reform yang sesungguhnya untuk menumbuhkan keadilan struktur penguasaan dan kepemilikan tanah masih jauh dari harapan.
Padahal konstitusi kita mengamanatkan bahwa penerima redistribusi tanah dalam land reform adalah petani miskin, penggarap, buruh tani dan subyek lainnya.
Mungkin kelemahan kita selain land reform yang kurang memihak petani adalah kebijakan konsolidasi lahan dan penggunaan lahan yang kurang teratur.
Negara-negara pertanian maju sudah sejak lama melakukan konsolidasi lahan untuk mendukung kesinambungan pembangunan pertanian mereka berikut meningkatkan taraf hidup petani.
Di sisi lain penggunaan lahan untuk pertanian benar-benar diperuntukkan bagi pertanian. Dengan demikian lahan pertanian sebagai aset pembangunan pertanian tetap terjaga. Sumber-sumber agraria merupakan faktor penting dalam pembangunan pertanian.
Oleh karenanya diperlukan jaminan kepastian hukum atas penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber agraria bagi rakyat.
Untuk mewujudkan hal itu diperlukan "komitmen politik" yang sungguh-sungguh dari semua pihak untuk memberikan dasar dan arah reformasi agraria.
Salah satu komitmen politik yang diperlukan ialah melakukan kaji ulang berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antar sektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan agraria yang lebih berkeadilan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa land reform hingga kini adalah jalan terbaik bagi negara-negara agraris seperti Indonesia untuk melakukan transformasi sosial-ekonomi dan membangun. Jangan sampai kita membangun pertanian seperti membangun ’rumah di atas angin’, tanpa disediakan alasnya lebih dulu.
Akses Input dan Proses Produksi
Upaya meningkatkan akses terhadap sarana input produksi pertanian memerlukan aksi nyata dari pemerintah daerah, antara lain:
- Penyusunan kebutuhan sarana produksi per tahun di setiap daerah sehingga akan mempermudah penyediaan sarana tersebut,
- Pembuatan alur distribusi setiap jenis sarana produksi yang diperlukan dan sekaligus memuat instansi atau lembaga yang bertanggungjawab disetiap tahapan penyediaan,
- Pembangunan dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang distribusi sarana produksi, seperti sarana transportasi dan pergudangan dan
- Pemberian insentif kepada petani yang menerapkan pemakaian sarana produksi sesuai anjuran.
Akses Terhadap Pasar
Petani dengan lahan sempit, petani penggarap yang tidak punya lahan dan buruh tani lepas yang cuma mengharap upah sesaat karena memiliki lahan yang tidak memenuhi skala ekonomis, skill dan teknologi terbelakang, tidak memiliki akses terhadap sumber pembiayaan, lingkungan infastruktur fisik yang tak memadai, dan tidak punya akses terhadap pasar.
Dari kendala tersebut, persolan yang paling sulit dihadapi adalah ketiadaan akses pasar. Realitas yang dihadapi oleh petani berbunyi “harga adalah nasib”. Perbaikan teknologi dan fasilitas pembiayaan tidak banyak mengubah realitas pahit itu.
Karena itu, perbaikan nasib petani ditentukan oleh mampu atau tidaknya kita membangun sistim yang memberikan akses pasar lebih langsung kepada para petani, baik secara individual maupun melalui kelompok tani.
Selain itu, dalam konteks sistim resi gudang, ada dua prasyarat yang dibutuhkan untuk memutus isolasi petani dari pasar yaitu pertama, resi gudang yang diterbitkan haruslah berupa instrumen yang bisa diperdagangkan, dan kedua, penyediaan pasar sekunder resi gudang yang likuid dan transparan.
Hanya dengan demikian upaya perbaikan teknologi, perbaikan kualitas hasil panen dan pembentukan kelompok tani untuk memperoleh skala ekonomis minimal, berpeluang memperbaiki posisi tawar petani, yang pada gilirannya memungkinkan perbaikan kualitas hidup petani kecil.
Post a Comment for "Strategi Kebijakan Pertanian"