Menipu Demi Meraih Untung Dalam Berdagang
Menipu Demi Meraih Untung Dalam Berdagang - Menipu dalam hal ini sangat erat kaitannya dengan berdagang penuh resiko, dimana seseorang mengambil suatu resiko sendiri dari perbuatannya tanpa mengetahui akibat dari perbuatan itu sendiri.
Mereka hanya memikirkan keuntungan yang ingin didapatkan tanpa memikirkan konsumen yang dirugikan.
Melakukan penipuan mengandung unsur kecurangan atau kejahatan yang dilakukan oleh pihak yang merugikan dalam berdagang demi sesuatu yang ingin di dapat tanpa melihat resiko yang akan mereka dapat di dunia maupun di akhirat nanti.
Dalam islam hal tersebut biasanya dikatakan dengan sebutan gharar, Dalam Bahasa Arab gharar disebut suatu akibat, bencana, bahaya, dan resiko yang membawa dalam kerugian dan kebinasaan yang biasa disebut dengan gharara binafsihi wa maalihi taghriran berarti “aradhahuma lilhalakah min ghairi an ya rif” (jika seseorang melibatkan diri dalam kancah gharar, maka itu berarti keduanya telah dihadapkan kepada suatu kebinasaan yang tidak diketahui olehnya).
Maksud penjelasan tersebut bahwa kita dilarang mendekati gharar dan melibatkan harta kita agar tidak terjerumus dalam suatu resiko yang tidak kita ketahui nanti.
Jadi gharar disini berarti kita mengambil suatu resiko untuk merugikan pihak lain tanpa mengetahui akibat dari perbuatan yang kita lakukan nantinya.
Di dalam Al Quran sudah dijelaskan dengan tegas bahwa semua transaksi jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan (gharar) yang dilakukan dalam segala bentuk apapun terhadap pihak lain, hal tersebut mungkin dilakukan dalam bentuk penipuan atau kejahatan, atau memperoleh keuntungan yang tidak semestinya, ataupun resiko yang menuju ketidak pastian didalam suatu bisnis atau sejenisnya.
Menurut Imam Ibnu Taimiyah, gharar itu terdapat dalam semua bisnis yang salah satu pihaknya tidak mengetahui kondisi apa yang akan diperolehnya pada suatu akhir transaksi jual beli. Setiap transaksi jika salah satu pihak tidak mengetahui transaksi maka itu mengandung unsur gharar.
Segala sesuatu dalam suatu proses transaksi harus dinyatakan dengan jelas baik itu mengenai jenis, maupun persyaratan kontrak serta tidak ada unsur ketidakjelasan yang masih tersisa baik itu dalam menentukan harga, jumlah, kualitas barang ataupun pertimbangan lainnya dalam suatu kontrak bisnis.
Apabila ada unsur ketidakjelasan yang menyangkut masalah tersebut, hal itu bisa dibatalkan karena adanya unsur gharar.
Jika diteliti gharar mengandung suatu unsur penipuan yang mana diperkirakan bisa mengakibatkan ketidak relaan.
Didalam Al Quran tidak ada penjelsan secara khusus yang mengatakan hukum gharar dan juga tidak dijelaskan adanya larangan praktik gharar, tetapi larangan praktik gharar sudah dijabarkan dalam ayat Al Quran surat An-Nisa‘ ayat 29 dan surat Al-Baqarah: 188 yang melarang umat manusia melakukan suatu akad yang merugikan salah satu pihak.
Dan praktik gharar disini merupakan akad yang merugikan salah satu pihak yang berakad, hal ini sangat dilarang dalam islam. Bentuk - bentuk Gharar yang dibedakan oleh objek dan hal yang dikhawatirkan ketidakjelasan dan kepastiannya yaitu :
Jual Beli Barang yang Belum Ada (Ma’dum)
Tidak adanya kemampuan penjual untuk menyerahkan objek akad pada waktu terjadi akad, baik obyek akad tersebut sudah ada ataupun belum ada.
Misalnya menjual janin yang masih dalam perut binatang ternak tanpa bermaksud menjual induknya, atau menjual janin dari janin binatang yang belum lahir dari induknya. Contoh lain, menjual ikan yang yang belum ditangkap itu tidak diperbolehkan dan tidak sah sebagai barang milik.
Jual Beli Barang yang Tidak Jelas (Majhul)
Menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual. Bila suatu barang belum diserahterimakan di saat jual beli maka barang tersebut tidak dapat dijual kepada yang lain.
Misalnya menjual tangkapan yang masih dalam perangkap, tidak di benarkan menjual binatang tangkapan yang masih ada dalam perangkap karena tujuan penjualnya tersebut mengandung unsur Gharar, yaitu memungkinkan ia memperoleh tangkapan tetapi mugkin juga ia tidak memperoleh tangkapan sama sekali.
Jual Beli yang Tidak Mampu Diserah Terimakan
Tidak adanya ketegasan bentuk transaksi, yaitu adanya dua macam atau lebih transaksi yang berada dalam satu obyek akad tanpa menegaskan bentuk transaksi mana yang dipilih sewaktu terjadi akad.
Misalnya, melakukan jual beli motor dengan harga Rp. 15 juta jika kontan/tunai dan Rp. 25 juta jika pembeli melakukan pembayaran dengan cara kredit, namun ketika akad berlangsung dan terjadi kesepakatan tidak ditegaskan transaksi yang mana yang dipilih.
Selain yang telah dijelaskan yang mengandung unsur gharar (tipuan), maka ada transaksi gharar yang barangnya (objek akadnya) tidak ada, sedangkan nilainya ada yaitu dalam kehidupan sehari-hari disebut jual beli fiktif.
Misalnya, seseorang memesan peralatan kantor dengan harga jutaan. Harga sudah dibayar, tetapi barangnya memang tidak ada.
Jenis transaksi ini tentunya ada unsur kesengajaan dari dua belah pihak. Perbuatan semacam ini termasuk salah satu tindakan korupsi.
Melakukan penipuan ini berdampak kepada kerugian kantor yang dipergunakan sebagai alat untuk mendapatkan uang.
Termasuk transaksi Gharar adalah menyangkut kualitas suatu barang. Misalnya, dalam transaksi barang yang berkualitas namun dalam kenyataannya berbeda. Juga termasuk transaksi Gharar adalah suka mempermainkan harga.
Misalnya, harga barang dicantumkan dua kali atau tiga kali lipat dari harga pasaran. Pada dasarnya Islam tidak melarang suatu akad yang hanya terkait dengan resiko atau ketidak pastian.
Akan tetapi, bila resiko tersebut sebagai upaya untuk membuat satu pihak mendapatkan keuntungan atas pengorbanan pihak lain, maka hal tersebut menjadi adanya unsur Gharar, yang dilarang dari kegiatan tersebut adalah memakan harta orang lain secara tidak benar, jadi bukan semata-mata karena unsur resiko dalam berdagang, tetapi karena hal ini akan mengakibatkan kerugian dari pihak lain.
Akibat dilarangnya jual beli Gharar selain karena memakan harta orang lain dengan cara batil, juga merupakan transaksi yang mengandung unsur judi, seperti menjual burung di udara, onta dan budak yang kabur, buah-buahan yang belum tampak buahnya.
Larangan jual beli Gharar tersebut karena mengandung ketidak jelasan, seperti pertaruhan atau perjudian, tidak dapat dipastikan jumlah dan ukurannya atau tidak mungkin diserah terimakan.
Jadi pada intinya di dalam melakukan aktivitas berdagang kita harus melakukan persaingan yang sehat dan sesuai dengan syariat islam.
Sumber:
Razak, M. R. R., Syarifuddin, R. N., Irwan, M., Bibin, M., Mursalat, A., Asra, R., & Qisti, N. (2020). Kajian saintifik Islam Sains Teknologi Merubah Peradaban Dunia. CV. Pena Persada.
Post a Comment for "Menipu Demi Meraih Untung Dalam Berdagang"